Integritas, Terimakasih, Syukur

Februari 17, 2022

Saya sering dianggap menjadi orang yang kurang bersyukur oleh kawan-kawan saya dan itu sangat bagus. Karna pernyataan kawan-kawan saya, saya jadi mempertanyakannya. Apakah betul saya termasuk golongan orang yang kurang bersyukur. Tapi saya sepertinya memang kurang bersyukur

Tetapi apa sih bersyukur itu? Apakah ketika kita menerima sesuatu dengan lapang dada. Maksudnya menerima pekerjaan, menerima gaji, menerima keputusan yang sesuai dengan keinginan kita, apa itu yang dimaksud bersyukur. Apakah jika kita mengkritisi sesuatu yang datang pada diri kita, pada peristiwa hidup kita, pada dialektika yang terjadi pada saat itu dan kemudian memilih keputusan untuk menolaknya. Apakah itu disebut kurang bersyukur? 

Tahun kemarin 2021 saya bekerja di sebuah pabrik mobil. Sebuah pabrik mobil besar yang gaji pekerjaannya 3 kali lipat dari UMR pabrik di kota saya, Purbalingga. Saya di kontrak 2 tahun oleh perusahaan tersebut dan tidak sampai 2 tahun saya memutuskan untuk keluar dan melanjutkan rute perjalanan yang kehidupan sediakan. Ketika saya keluar dan sampai di rumah. Ada banyak lontaran atau kritik terhadap diri saya. Ada yang bilang saya goblog kurang bersyukur, bocah gemblung, juga ada yang menyayangkan saya melakukan keputusan tersebut dan sebagainya.

Saya senang dan saya terimakasih kepada orang-orang yang mengkritisi diri saya. Tanpa aba-aba ataupun keinginan tuk tau dengan sungguh-sungguh kenapa saya mengakhiri karier saya di perusahaan tersebut sebelum kontrak yang disediakan perusahaan itu habis, mereka mengkritisi habis. 

Dan saya menerima itu semua. Hampir dalam seminggu, saya merasa seperti seorang selebriti yang setiap harinya dan setiap beberapa jam sekali. Keadaan menjadi seperti sebuah pers dan siapa saja yang datang kepada saya menjadi jurnalis secara mendadak. 

Saya memutuskan berhenti dari pekerjaan tersebut karena saya dihadapkan dengan keadaan yang memang mengharuskan saya, mau atau tidak mau harus mengakhirinya. Disitu saya disuruh melakukan tindakan yang mengiyakan warna merah adalah hitam. Mungkin itu akan saya iyakan, jika saya betul-betul kehilangan akal sehat saya.

Sejak awal, tuhan mengistimewakan manusia di hadapannya karna memiliki akal sehat!. Aku bukan budak manusia dan sejatinya aku tidak menjadi karyawan seorang manusia!

Saya juga pernah menolak amplop kecil serangan fajar. Menjelang pilpres, pilgub, pilbup atau lurah sekalipun pasti ada amplop-amplop kecil yang berkeliaran. Dan tolakan itu menuai pertanyaan dari orang-orang di sekitar bahkan termasuk keluarga saya. Sebab saya pernah menegaskan ketika amplop yang pertama dan kedua sudah saya tolak dan kembalikan. Datanglah amplop yang ketiga menghampiri saya dan saya tolak dengan tegas 

"Ini kalo masih saja saya dibagi lagi, maka akan saya robek ini amplop!"

Dan penolakan-penolakan itu yang salah satunya mendasari saya disebut sebagai orang yang kurang bersyukur dan mungkin benar. 

Jadi segala hal yang kamu jumpai dan kamu terima, apakah itu rasa syukur ? 

Apakah rasa syukur sama dengan terimakasih? 

Apakah sebuah integritas sikap termasuk tindakan yang tidak bersyukur? 

Jika semuanya engkau jawab tidak, maka apa sebetulnya rasa syukur itu? Heuheuheu.